2.11.14

[Review] Fury (2014)

Grey tone, for a grim themed movie

Fury, film bertema Perang Dunia II, di satu sisi menyajikan wajah buruk perang secara realistis, sangat menghibur bila Anda suka hal-hal berbau gore, tapi di sisi lain dapat membuat para penyuka sejarah dunia misuh.

Diperkuat nama-nama besar, film ini punya gimmick yang menarik orang untuk datang ke bioskop. Pemeran utama, Don Collier (Brad Pitt), adalah sersan dari tank bernama Fury, tank tipe Sherman yang bila ada versi manusianya maka Rambo menjadi sosok yang paling tepat. Bisa diandalkan sendiri untuk menghancurkan sepasukan musuh.

Don memimpin segerombolan tentara dengan kepribadian berbeda-beda yang ditampilkan begitu menonjol. Ada Boyd Swan (Shia LeBouff) yang religius, lalu yang agak maniak, dan entah kenapa belum bisa menghilangkan kesan dari Walking Dead, Grady Travis (Jon Bernthal) dan ey, gringo! Si orang Meksiko,  Trini Garcia (Michael Pena). Dan, anak baru, Norman Ellison (Logan Lerman) yang mencoba beradaptasi dengan kejamnya perang.

 Cerita dimulai saat Norman, belum berpengalaman sama sekali dalam militer, dikirim ke garis depan dan menjadi bagian dari kru Fury. Mantan juru ketik itu diperlihatkan pada apa yang dapat manusia lakukan terhadap sesama manusia di tengah perang.

Perlahan ia beradaptasi, meski tidak mudah, dan melebur dengan rekan-rekannya. Boyd, Grady, Trini saling mengatasi ego masing-masing hingga akhirnya saling berkorban dan sampai pada tantangan terbesar, menghadapi satu kompi tentara SS (Schutzstaffel), ya, tentu, sendirian, tanpa bantuan. Cerita klasik the final frontier.

Sayang, sebelum menonton film ini gue udah liat beberapa komentar bernada miring tentang Fury.  Akhirnya bermodalkan ekspektasi rendah, gue merelakan 25 ribu.

Fury menampilkan segala sesuatu secara eksesif. Dipermanis, ditambah-tambah, akan ada lebih dari satu kali di mana saat lu nonton timbul pertanyaan, masa' iya begini? masa' sih begitu?

Salah satu yang paling menonjol ketika adegan memperlihatkan tembak-tembakan dari kedua kubu. Lucunya, pasukan AS punya peluru berwarna merah dan hijau untuk Jerman. Bisa dibayangkan, sebelum perang pecah mereka sudah janjian. Gue ijo, bodo amat pokoknya ijo. Yaudeh ambil sana ijo, gue merah. Star Wars-esque!

Seperti, tembakan meriam tank yang terpantul saat ditembakkan ke tank lain. Gue belum sempat memeriksa, sejalan dengan sejarahkah? Logika gue bilang tidak, tapi siapa tahu. Sejalan film ini bercerita gue mulai terbiasa menghiraukan hal-hal seperti ini.

Kemudian, ketika pertarungan 1-1 antara Fury melawan tank tipe Tiger milik Jerman. Ada kesan heroisme yang sedikit dipaksakan, bahwa Don cs. sanggup mengatasi tantangan yang tidak mungkin di tengah inferioritas mereka.

Atau bagaimana saat Don dapat bertahan setelah mendapat beberapa tembakan dari tentara musuh ketika kru Fury yang lain gugur dengan jauh lebih mudah. Maklum,  Pitt merupakan eksekutif produser film ini, bolehlah nampang lebih lama dibanding yang lain.

Akhirnya, secara musik, kualitas suara dan gambar film ini okelah, gue suka bagaimana Fury menimbulkan kesan perang yang grim, dan bahwa perang bukanlah hal yang diinginkan oleh siapa pun. Bolehlah ditonton, asal jangan terlalu dibuat pusing dengan fakta sejarah. Jangan.

Mungkin juga ada baiknya menonton di weekday. Hari biasa, harga biasa, kalau kecewa pun jadinya biasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar